Jaman sudah semakin modern dengan
ditandai oleh kemajuan dan kecanggihan teknologi dan informasi.Peralatan
komunikasi dengan mudahnya diperoleh dan mudah pula untuk pengoperasiannya,
begitu juga gadget / gawai mulai dari yang sederhana hingga yang android sudah
merupakan barang yang tidak asing bagi kehidupan kita sehari-hari. Akan tetapi
kita tak boleh salah menterjemahkan, bahwa hal yang demikian akan merubah
keadaan menjadi tidak ada lagi orang mempunyai kesenangan “ngebreak” (komunikasi menggunakan radio dua arah), karena
menggunakan gadget dan “ngebreak”
adalah dua hal yang jauh berbeda dengan sensasi yang masing-masing berbeda
pula.
Bahwa saking banyaknya “breaker” yang mengudara menjadikan frekuensi terasa sangat penuh
oleh para breaker baik yang legal
maupun yang ilegal. Pemanfaatan frekuensi semakin terasa kurang terkendali
sehingga kita tidak usah heran apa bila menjumpai adanya satu frekuensi kerja
yang digunakan oleh beberapa Stasiun Organisasi dan beberapa paguyuban ( baca :
komunitas ) secara bersama-sama.
Salah satu ketentuan International
Telecomunication Union/ITU : kita berkewajiban memahami dan mematuhi bahwa
penggunaan spektrum frekuensi untuk kegiatan telekomunikasi yang menggunakan
gelombang radio terikat pada prinsip yang diakui secara internasional yaitu :
Prinsip tidak saling mengganggu dan sesuai peruntukannya.
Sebagai ilustrasi dari uraian di
atas : Adalah Frekuensi Kerja RAPI Wilayah 20 Kabupaten Sukoharjo pada 143.500
MHz yang juga digunakan sebagai Frekuensi Kerja RAPI Wilayah 33 Kabupaten
Banjarnegara, selain itu frekuensi tersebut juga digunakan oleh breaker dari
Provinsi Jawa Timur. Sementara itu RAPI Kecamatan dari Provinsi DIY juga ikut
meramaikan frekuensi tersebut bahkan dipasang repeater dengan power output yang
besar sehingga semakin parah gangguan terhadap Frekuensi Kerja RAPI Wilayah 20
Kabupaten Sukoharjo.
Oleh karenanya tidak berlebihan
apabila kita berusaha mencari solusi untuk permasalahan tersebut, ini hanya
sekedar berbagi pengalaman saja, untuk dapat tetap berkomunikasi pada frekuensi
yang penuh dengan gangguan spletter,
sebagai contoh frekuensi 143.500 MHz kita terpaksa harus menggunakan 2 ( dua )
set radio komunikasi dengan spesifikasi yang berbeda namun pada ferkuensi yang
sama. Uraiannya seperti ini : Kita memancar ( TX = Transmit ) menggunakan satu
set radio komunikasi yang pertama dengan menutup volume suara ( Mute) dengan
spesifikasi : Power lebih besar dari radio yang kedua, antenna lebih tinggi
standar base station minimal 10 meter, sementara untuk menerima ( RX = Reaceve
) kita menggunakan radio komunikasi yang kedua dengan tanpa power pun jadi
karena hanya sebagai monitor, dengan antenna yang rendah saja atau bahkan cukup
dengan antenna larsen, dengan volume disesuaian dengan pendengaran kita. Jadi
pada prinsipnya kita memancar dengan radio pertama dan me-monitor dengan radio
kedua. Untuk lebih clear lagi diusahakan untuk radio kedua menggunakan radio
jadoel seperti Icom IC 2N pokoknya radio dengan komponen belum mikro agar
penerimaan tidak terlalu peka ( bahasa Jawa : grapyak ). Keuntungan dari cara tersebut kita dapat mengurangi
gangguan spletter, akan lebih baik
lagi apabila frekuensi kerja tersebut menggunakan fasilitas repeater. Sedangkan kelemahannya kita
hanya dapat menerima signal kuat yang dipancarkan oleh repeater atau base station
karena antenna yang digunakan sangat rendah.
Trik diatas adalah trik jadoel; walaupun boleh juga kita pergunakan. Seiring
dengan kecanggihan teknologi; setiap perangkat radio komunikasi (Rig, HT, WT, All Band) telah dilengkapi
dengan CTCSS tone dan DCS code. Pergunakan teknologi itu, baik saat transmit (memancar) maupun received (menerima). Bila anda berhasil
menggunakan teknologi ini, niscaya sinyal yang besarpun tidak akan menimbulkan
gangguan terhadap sinyal yang kecil.
Selamat mencoba.Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar